Saturday, November 29, 2008

Ketika Alloh Menjadi Alasan Utama

Untuk para jombloers... mungkin ini bisa jadi bahan renungan buat
kalian...peace. ..ada cerita yang cukup menarik...

> Sejenak, RENUNGKANLAH… ..
> Bisakah seperti dia ?
>
> ………………………………………………………………………………..
> Sahabat-sahabat, ketika Allah menjadi alasan paling
> utama, maka aku berani memutuskan untuk menikah dan
> menyegerakannya.

> Ketika Allah menjadi alasan paling utama, maka aku
> berani memutuskan dengan siapa aku akan menikah. Aku tidak
> banyak bertanya tentang calon istriku, aku jemput dia di
> tempat yang Allah suka, dan satu hal yang pasti, aku tidak
> ikut mencampuri ataupun mengatur apa-apa yang menjadi
> urusan Allah. Sehingga aku nikahi seorang wanita tegar dan
> begitu berbakti kepada suami.
>
Ketika Allah menjadi alasan paling utama, maka aku
> berusaha sekuat tenaga untuk tidak melihat segala kekurangan
> istriku. Dan sekuat tenaga pula, aku mencoba membahagiakan
> dia.

> Ketika Allah menjadi alasan paling utama, maka menetes
> air mataku saat melihat segala kebaikan dan kelebihan
> istriku, yang rasanya sulit aku tandingi.
> Ketika Allah menjadi alasan paling utama, maka akupun
> berdoa, Yaa Allah, jadikan dia, seorang wanita, istri dan
> ibu anak-anakku, yang dapat menjadi jalan menuju surgamu.
> Amin.

> Sahabat-sahabat, kalau Allah menjadi alasan paling utama
> untuk menikah, maka seharusnya tidak ada lagi istilah,
> mencari yang cocok, yang ideal, yang menggetarkan hati, yang
> menentramkan jiwa, yang.....yang. ...yang..... .dan 1000
"yang"...... lainnya..
> ...Karena semua itu baru akan muncul justru setelah
> melewati jenjang pernikahan. Niatkan semua karena Allah dan
> harus yakin kepada Sang Maha Penentu segalanya.
>
Sahabat-sahabat, ketika usiaku 25 tahun, aku sudah
> memiliki niat untuk menikah, meskipun hanya sekedar niat,
> tanpa keilmuan yang cukup. Karena itu, aku meminta jodoh
> kepada Allah dengan banyak kriteria. Dan Allah-pun belum
> mengabulkan niatku.
>
Ketika usiaku 30 tahun, semua orang-orang yang ada di
> sekelilingku, terutama orang tuaku, mulai bertanya pada
> diriku dan bertanya-tanya pada diri mer eka sendiri. Maukah
> aku segera menikah atau mampukah aku menikah? Dalam doaku,
> aku kurangi permintaanku tentang jodoh kepada Allah.
> Rupanya masih terlalu banyak. Dan Allah-pun belum
> mengabulkan niatku.
>
Ketika usiaku 35 tahun, aku bertekad, bagaimanapun
> caranya, aku harus menikah. Saat itulah, aku menyadari,
> terlalu banyak yang aku minta kepada Allah soal jodoh yang
> aku inginkan. Mulailah aku mengurangi kriteria yang selama
> ini menghambat niatku untuk segera menikah, dengan
> bercermin pada diriku sendiri.
>
Ketika aku minta yang cantik, aku berpikir sudah
> tampankah aku?
> Ketika aku minta yang cukup harta, aku berpikir sudah
> cukupkah hartaku?
> Ketika aku minta yang baik, aku berpikir sudah cukup
> baikkah diriku?
> Bahkan ketika aku minta yang solehah, bergetar seluruh
> tubuhku sambil berpikir keras di hadapan cermin, sudah
> solehkah aku?
>
Ketika aku meminta sedikit..... Ya Allah, berikan aku
> jodoh yang sehat jasmani dan rohani dan mau menerima aku
> apa adanya, masih belum ada tanda-tanda Allah akan
> mengabulkan niatku.
> Dan ketika aku meminta sedikit...sedikit. ..sedikit... lebih
sedikit..... Ya Allah, siapapun wanita yang
> langsung menerima ajakanku untuk menikah tanpa banyak
> bertanya, berarti dia jodohku. Dan Allahpun mulai menujukkan
> tanda-tanda akan mengabulkan niatku untuk segera menikah.
> Semua urusan begitu cepat dan mudah aku laksanakan.
>
Alhamdulillah, ketika aku meminta sedikit, Allah memberi
> jauh lebih banyak. Kini, aku menjadi suami dari seorang
> istri yang melahirkan dua orang anakku.
> Sahabatku, 10 tahun harus aku lewati dengan sia-sia
> hanya karena permintaanku yang terlalu banyak. Aku yakin,
> sahabat-sahabat jauh lebih mampu dan lebih baik daripada
> yang sudah aku jalani. Aku yakin, sahabat-sahabat tidak
> perlu waktu 10 tahun untuk mengurangi kriteria soal jodoh.
> Harus lebih cepat!!! Terus berjuang saudaraku, semoga Allah
> merahmati dan meridhoi kita semua. Amin.

No comments: